Agresivitas dan Overcrowding Penjara

Jihan Safira
5 min readDec 26, 2021

--

Pada awal September 2021 lalu kita dikejutkan dengan terbakarnya Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang yang menewaskan setidaknya 49 orang narapidana dan 70 lainnya terluka.

Banyak faktor yang bisa menyebabkan hal ini, beberapa di antaranya adalah kerusuhan di dalam, usaha melarikan diri, dan masalah kompor gas (Maulana, 2021). Kejadian ini diperburuk dengan kondisi penjara yang kelebihan kapasitas atau yang sering disebut sebagai overcrowding.

Selain itu, munculnya perilaku-perilaku agresif dan kecenderungan untuk menjadi residivis seperti kasus-kasus pencurian disertai ancaman, begal, dan kejahatan terkait juga marak muncul dalam penjara.

Agresi diartikan sebagai fenomena yang dapat terekspresikan dalam banyak bentuk mulai dari mendorong hingga ke bentuk yang lebih serius seperti memukul dan menendang (Allen & Anderson, 2017). Agresi juga dapat diartikan sebagai tingkah laku yang disengaja dan dapat berupa agresi verbal, agresi fisik terhadap objek, agresi fisik pada diri sendiri, dan agresi fisik terhadap orang lain yang bersifat merugikan, menyebabkan luka secara fisik maupun psikis, dan merusak, menghancurkan, atau menghilangkan fungsi suatu benda. (Sa’diyah et al., 2017; Yudofsky et al., 1986).

Mulanya, tujuan diadakannya hukuman penjara adalah untuk memberikan efek jera dan membuat individu tidak mengulangi kesalahannya (Drago, Galbiati, & Vertova, 2020). Hal ini membuat anggota masyarakat yang melakukan kejahatan dimasukkan ke dalam sel bersama, termasuk mereka yang seharusnya berada di sel yang terpisah seperti individu dengan kondisi kejiwaan (Lynch, 2012). Banyaknya individu yang dimasukkan ke dalam sel dan banyaknya sel berbanding terbalik sehingga menyebabkan kepadatan sel atau yang biasa disebut dengan overcrowding.

Overcrowding ini dapat mempengaruhi individu dalam banyak aspek di hidupnya, mulai dari kesehatan dan kesejahteraan individu yang hidup di dalam serta kesehatan publik dan sistem penjara (García-Guerrero & Marco, 2012). Selain itu, menurut laman Criminal Justice disebutkan bahwa salah satu konsekuensi dari overcrowding di dalam sel adalah munculnya agresi yang mungkin meningkat di masa depan.

Terdapat dugaan bahwa perilaku agresi pada manusia meningkat pada kondisi ramai dan penuh sesak (Russel & Russel, 1968, dalam Alexander & Roth, 1971). Perilaku ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kelelahan secara mental (Kuo & Sullivan, 2001), udara panas (Anderson, 2001), stress berlebihan, gangguan mental, merasa terancam, merasa tidak berdaya, disorientasi, dan frustrasi. Faktor-faktor ini dapat meningkatkan kemungkinan individu untuk bertindak agresif (Soreff et al., 2021). Hal ini sesuai dengan konsekuensi-konsekuensi dari overcrowding di dalam penjara, yang menurut Cox et al., (1984), dapat menimbulkan tingkat stress yang tinggi, yang mungkin mengarah ke gangguan kesehatan fisik, kesehatan mental, dan masalah tingkah laku.

Overcrowding juga menyebabkan fasilitas umum harus dialihfungsikan menjadi tempat tinggal sehingga mereka tidak mempunyai tempat untuk melakukan kegiatan lain selain berada di dalam selnya (Lynch, 2012). Lebih lanjut, overcrowding juga berkorelasi dengan berkurangnya efektivitas program rehabilitasi, pelatihan vokasi dan edukasi, dan rekreasi (Penal Reform, n.d.), sehingga menjadi salah satu faktor kurangnya kemampuan berkarya narapidana saat mereka dibebaskan nanti.

Beberapa konsekuensi yang dihadapi dari overcrowding ini sesuai dengan faktor meningkatnya agresi di masa sekarang maupun masa yang akan datang. Saat lingkungan penjara berbahaya, konsekuensi yang diterima para narapidana akan terbawa ke dunia luar saat mereka bebas (Haney, 2006).

Intervensi yang perlu dilakukan untuk meminimalisir dampak-dampak psikologis dari overcrowding dalam penjara sehingga mengurangi kemungkinan tingkat agresivitas individu adalah sebagai berikut: Dari sisi non-psikologis harus dilakukan kajian ulang terhadap definisi individu yang akan dimasukkan ke dalam penjara. Selanjutnya, mencari alternatif selain menggunakan metode isolasi individu (UNODC, 2010).

Kemudian perlu diadakan asesmen menyeluruh terkait stabilitas emosi dan kecenderungan individu dalam mengikuti aturan. Selain itu, perlu diadakan intervensi psikososial dalam bentuk psikoedukasi selama beberapa minggu terutama menjelang kebebasan narapidana untuk mengurangi kemunculan agresi di masa yang akan datang. Materi psikoedukasi anti-agresi dapat disesuaikan dengan kebutuhan kelompok tersebut.

Psikoedukasi ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pre-test terkait pandangan mereka akan agresi, pemberian edukasi, dan kemudian melakukan post-test agar dapat dilihat perbandingan keduanya. Psikoedukasi ini juga dapat diberikan ke petugas lapas dengan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

Selain psikoedukasi, perlu pula dilakukan pelatihan anger management. Pelatihan ini dapat dilakukan dalam kelompok kecil dipandu oleh praktisi profesional berupa studi kasus, dan selanjutnya peserta diminta untuk mempresentasikan, dan kemudian melakukan roleplay atau permainan terkait dengan materi yang sesuai. Pelatihan ini bertujuan agar peserta dapat mendapatkan insight terkait emosi marah dan bagaimana cara yang adaptif untuk mengatasi emosi tersebut.

Kemudian intervensi dilanjutkan dengan memberikan pelatihan resolusi konflik bagi petugas Lapas maupun narapidana. Pelatihan ini akan memberikan pengetahuan dan kemampuan bagi petugas Lapas dalam menangani konflik pada narapidana, dan narapidana akan mendapat pelatihan untuk menghadapi konflik-konflik yang akan dialami.

Pelatihan ini dapat dilakukan dengan role-playing dengan skenario yang mungkin saja kelompok alami. Selanjutnya, mereka diberikan waktu untuk berdiskusi tentang pertanyaan terkait role-playing yang mereka lakukan. Kemudian diberikan paparan mengenai resolusi konflik secara umum, dilanjutkan secara spesifik kemungkinan konflik yang akan mereka alami, diakhiri dengan penggalian insight.

Setelah tiga sampai enam bulan dari pemberian intervensi, para peserta pelatihan akan disurvei untuk mengetahui tingkat keterserapan dan ketergunaan intervensi untuk masing-masing individu.

Daftar Pustaka

Alexander, B. K., & Roth, E. M. (1971). The effects of acute crowding on aggressive behavior of Japanese monkeys. Behaviour, 39(2–4), 73–89. https://doi.org/10.1163/156853971x00195

Allen, J. J., & Anderson, C. A. (2017). Aggression and violence: definitions and distinctions. John Wiley and Sons, Ltd. DOI: 10.1002/9781119057574.whbva001

Anderson, C. A. (2001). Heat and violence. Current Directions in Psychological Science, 10(1), 33–38. https://doi.org/10.1111/1467-8721.00109

Cox, V. C., Paulus, P. B., & McCain, G. (1984). Prison crowding research: The relevance for prison housing standards and a general approach regarding crowding phenomena. American Psychologist, 39(10), 1148–1160. https://doi.org/10.1037/0003-066X.39.10.1148

Drago, F., Galbiati, R., & Vertova, P. (2011). Prison conditions and recidivism. American Law and Economics Review, 3(1), 103–130.

García-Guerrero, J. & Marco, A. (2012). Overcrowding in prisons and its impact on health. Rev Esp Sanid Penit, 14, 106–113.

Haney, C. (2006). The wages of prison overcrowding: harmful psychological consequences and dysfunctional correctional reactions. Washington University Journal of Law & Policy, 22.

Kuo, F. E., & Sullivan, W. C. (2001). Aggression and violence in the inner city. Environment and Behavior, 33(4), 543–571. https://doi.org/10.1177/00139160121973124

Lynch, M. (2012). The social psychology of mass imprisonment. 242–259.

Maulana, I. (2021, September 22). Overcrowding adalah akar masalah berbagai persoalan di lapas dan rutan, termasuk risiko kebakaran. The Conversation. https://theconversation.com/overcrowding-adalah-akar-masalah-berbagai-persoalan-di-lapas-dan-rutan-termasuk-risiko-kebakaran-fatal-167904

Penal Reform. (n.d.). Overcrowding. https://www.penalreform.org/issues/prison-conditions/key-facts/overcrowding/

Sa’diyah, H., Chotim, M., & Triningtyas, D. A. (2017). Penerapan Teknik Self Management Untuk Mereduksi Agresifitas Remaja. Counsellia: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 6(2), 67. https://doi.org/10.25273/counsellia.v6i2.1018

Soreff, S. M., Gupta, V., Wadhwa, R., & Arif, H. (2021, October 9). Aggression. National Center for Biotechnology Information (NCBI). Retrieved October 24, 2021, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448073/.

United Nations Office on Drugs and Crime. (2010). Handbook on strategies to reduce overcrowding in prisons.

Yudofsky, S. C., Silver, J. M., Jackson, W., Endicott, J., & Williams, D. (1986). The Overt Aggression Scale for the objective rating of verbal and physical aggression. The American Journal of Psychiatry, 143(1), 35–39. https://doi.org/10.1176/ajp.143.1.35

--

--