Identitas diri dan Budaya

Jihan Safira
3 min readJul 16, 2020

--

Apakah kalian sadar bahwa biasanya cara orang memperkenalkan diri berbeda antara satu orang dan yang lainnya?

Apakah kalian pernah bertemu dengan orang yang memperkenalkan dirinya sebagai bagian dari institusi lebih besar seperti kampus atau tempat kerjanya? Apa tanggapan kalian tentang mereka?

Pada Oktober 2017, saya menjadi salah satu LO untuk researcher workshop. Kebetulan researcher-nya berasal dari dua benua yang berbeda.

Banyak sekali orang hebat di acara tersebut, mulai dari yang masih muda hingga sudah tua. Di satu titik, saat mereka memperkenalkan diri, saya mulai menyadari keanehan.

Mereka yang berasal dari Inggris, menyebutkan nama, apa yang sedang dikerjakan, apa tujuannya, apa kendalanya dan sebagainya. Sedangkan mereka yang berasal dari negara tetangga memperkenalkan diri dengan menyebutkan tempat mereka bersekolah, tempat mereka bekerja, dan juga tempat mereka mengajar.

Saat itu, yang ada di pikiran saya hanya “kenapa harus institusinya yang disebutkan? kok beda banget ya cara memperkenalkan dirinya? apa karena institusi tersebut keren makanya mereka selalu menyebutkannya?”

Saya ingat betul apa yang saya katakan ke pak Octri setelah acara hari itu selesai, “pak, mereka kok memperkenalkan dirinya gitu ya? kok kayak sombong gitu?”

Satu tahun kemudian, saya mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi saya di fakultas psikologi. Ternyata setelah saya pindah dan mempelajari psikologi sosial, saya baru bisa memahami apa yang terjadi saat itu.

Dalam psikologi sosial, dikatakan bahwa konsep diri yang kita miliki sangat dipengaruhi oleh budaya (Kassin, 2013).

Individualisme dan kolektivisme sangat berakar di dalam suatu kebudayaan sehingga hal ini membentuk self-conceptions dan identitas kita. Menurut Hazel Markus dan Shinobu Kitayama (1991), kebanyakan orang Amerika Utara dan Eropa mempunyai independet view of self. Dalam pandangan ini, individu dianggap sebagai berbeda, autonomous, self-contained, dan endowed with unique dispositions. Di banyak daerah di Asia, Afrika, Amerika latin, mereka mempunyai interdependent view of the self. Hal ini berarti individu merupakan bagian dari network yang lebih besar, contohnya keluarga.

Di satu penelitian, David Trafimow and others (1991) melakukan penelitian terhadap mahasiswa Amerika Utara dan Cina untuk mengisi 20 kalimat yang berawalkan “I am …” Mahasiswa Amerika lebih mungkin untuk mengisinya dengan gambaran sifat seperti “I am shy”, sedangkan Mahasiswa Cina lebih mungkin mengisi dengan identifikasi mereka dengan afiliasi kelompok.

Konsisten dengan penelitian di atas, penelitian lain menunjukkan perbandingan antara anak Amerika yang cenderung mengingat kembali autobiographical events yang berhubungan dengan aspek personal dari diri mereka, sedangkan anak Cina cenderung mengingat kembali hubungan, keanggotaan dari suatu grup, dan aspek sosial lainnya dari diri mereka (Q. Wang, 2006).

Orientasi budaya kita sangat mewarnai bagaimana individu mempersepsikan, mengevaluasi, dan menampilkan diri mereka dalam berhubungan dengan individu lain (Kassin, 2013).

Jadi ternyata bukan karena mereka sombong atau bagaimana, tapi karena budaya mengakar dalam persepsi mereka terhadap diri sendiri. Sehingga tanpa sadar mereka yang berasal dari negara dengan budaya individualisme cenderung menjelaskan tentang dirinya, sedangkan mereka yang berasal dari negara dengan budaya kolektivisme cenderung menjelaskan dirinya sebagai bagian dari suatu kelompok yang lebih besar contohnya almamater, tempat kerja dan grup lainnya.

references

Kassin, S., Fein, S., Markus, H. R. (2013). Social Psychology. Cengage Learning.

Markus, H. R., & Kitayama, S. (1991). Culture and the self: Implications for cognition, emotion, and motivation. Psychological Review, 98, 224–253.

Trafimow, D., Triandis, H. C., & Goto, S. G. (1991). Some tests of the distinc- tion between the private and collective self. Journal of Personality and Social Psychology, 60, 649–655.

Wang, Q. (2006). Culture and the development of self-knowledge. Current Directions in Psychological Science, 15, 182–187.

--

--