Identitas Individu Dalam Berkelompok

Jihan Safira
4 min readJun 17, 2020

--

Sejak beberapa waktu lalu, kita seringkali membaca berita yang berisikan perundungan dari suatu kelompok ke kelompok lain atau dari suatu kelompok ke individu. Hal ini juga dapat kita lihat dari maraknya perundungan online maupun dalam dunia nyata yang dilakukan oleh segerombolan orang.

Hal yang bisa mereka lakukan saat perundingan ini berlangsung juga terkadang seperti di luar akal sehat kita. Dan tentu saja terkadang kita dibuat bingung jika kita ingin menyalahkan hal tersebut.

Apakah kita harus menyalahkan individu atau kelompoknya?

Fenomena ini disebabkan saat individu berada dalam kelompok, individu merasa dirinya menjadi bagian dari kelompok. Menjadi bagian dari kelompok juga secara tidak langsung menganggap bahwa tanggung jawab yang mereka emban bukan tanggung jawab pribadi namun bagian dari kelompok. Hal ini bisa disimpulkan sebagai Individu kehilangan identitas diri saat berkelompok.

Pada April 2019, kita dikejutkan dengan berita perundungan terhadap anak bernama Audrey yang dirundung beberapa kakak kelasnya, sehingga apa yang dilakukan oleh kakak kelasnya cenderung membuat kita bertanya sebenarnya apa yang mereka pikirkan sehingga menunjukkan perilaku kelompok yang berpotensi mengundang kecaman oleh masyarakat. Berawal dari saling ejek di medsos, Audrey kemudian didatangi beberapa seniornya sebelum akhirnya tensi meninggi dan perkelahian dimulai.

Saat awal beredar, berita tersebut masih simpang siur, tetapi pada akhirnya diketahui tidak terjadi pengeroyokan. Akan tetapi, pelaku perundungan ditemani oleh beberapa temannya (detik.com). Dan temannya tentu dianggap bertanggung jawab oleh beberapa netizen.

Dalam psikologi sosial ada istilah “shared identities” yang berarti individu merasa menjadi bagian dari kelompok tertentu. Shared identities biasanya terbentuk saat anggota dari kelompok yang berbeda menyadari kesamaan di antara mereka dan memutuskan untuk bergabung menjadi satu kelompok. Menurut Kassin (2013), kelompok dengan anggota yang lebih sedikit biasanya merasa kewalahan dan kehilangan identitas saat mereka bergabung menjadi kelompok yang lebih besar dan lebih berkuasa. Hal ini menjadi sangat penting terutama di Indonesia yang budayanya mengikuti budaya timur yang terkenal dengan budaya kolektifnya. Menurut Markus dan Kitayama (1991) individu dalam budaya kolektif cenderung mendapatkan kepuasan dari status grupnya.

Dalam kasus perundungan yang dilakukan oleh para pelaku, basis dari aksi yang mereka lakukan mungkin adalah collective responsibility, yaitu ketika individu menganggap apa yang dirinya lakukan adalah atas nama kelompok. Oleh karena itu, Teman-teman dari pelaku perundungan mungkin juga akan dikenakan hukuman karena berasal dari kelompok yang sama.

Jika suatu kelompok dianggap bertanggung jawab atas suatu perbuatan yang dianggap tidak menyenangkan, implikasi yang selanjutnya akan terjadi adalah masyarakat akan menyalahkan anggota dari kelompok tersebut maupun kelompoknya (Narveson, 2002).

Contohnya adalah saat Anti-Semitics memperlakukan orang-orang Yahudi dengan aura permusuhan (Narveson, 2002). Dalam kasus ini, orang-orang Yahudi dianggap bertanggung jawab atas kejahatan yang Anti-Semitics anggap orang Yahudi lakukan, baik dalam alasan ketimpangan ekonomi maupun hal-hal yang seringkali tidak berbasis atau bahkan teori konspirasi.

Hal ini dikenal dengan istilah stereotipe yang berarti mengasosiasikan sekelompok orang dengan karakteristik tertentu (Kassin, 2013). Walaupun banyak bukti menunjukkan bahwa individu yang termasuk ke dalam kelompok tersebut faktanya tidak melakukan hal-hal yang dituduhkan. Mereka yang membuat klaim biasanya menolak bukti tersebut, mereka berprasangka dan menolak menyesuaikan narasinya dengan fakta yang ada (Narveson, 2002).

Hal ini juga yang biasanya berujung pada diskriminasi, yaitu perilaku negatif yang diarahkan terhadap individu karena mereka merupakan anggota dari kelompok tersebut (Kassin, 2013). Diskriminasi yang dialami pun bisa bermacam-macam, biasanya individu-individu dalam kelompok yang dianggap melakukan hal-hal yang dituduhkan tersebut mendapatkan sanksi sosial seperti diasingkan, dilejek, dikecam atau bahkan ancaman fisik.

Contoh lain dari permasalahan identitas dalam kelompok adalah saat individu berada di dalam ideologi atau agama tertentu, seringkali mereka melakukan hal-hal yang menurut kita di luar akal sehat. Menurut Narveson (2002), seringkali individu akan melakukan suatu aksi tertentu karena mereka merupakan bagian dari suatu kelompok.

Ada dua hal yang biasanya terjadi. Pertama, banyak aksi yang tanpa disadari dilakukan oleh individu karena individu berasal dari kelompok tertentu seperti aksen linguistik dan kebiasaan kuliner. Hal-hal ini biasanya kuat dipengaruhi oleh etnik atau asal sosiologis. Selanjutnya, dan yang lebih menarik di masa ini adalah individu kadang melakukan sesuatu secara sadar dan disengaja. Alasan mereka melakukan ini adalah mereka serta-merta mengidentifikasikan diri mereka dengan kelompok tertentu (Narveson, 2002).

Dari beberapa contoh kasus di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa individu kehilangan identitasnya dalam berkelompok, dari pandangan individu maupun orang lain, secara sadar maupun tidak. Individu seringkali dianggap hanya sebagai bagian dari kelompok, dan seringkali masyarakat dan individu itu sendiri melupakan bahwa identitas kelompok tidak menghilangkan identitas individu.

Individu seringkali melakukan hal-hal yang tidak mereka mengerti alasannya hanya karena mereka merupakan bagian kelompok tertentu. Individu juga sering dituntut untuk bertanggung jawab atas perbuatan kelompoknya padahal belum tentu dia mengetahui apa saja yang dilakukan oleh anggota kelompoknya yang lain.

Individu dituntut untuk bertanggung jawab atas nama kelompok, dan perbuatan individu dianggap mencerminkan perbuatan kelompok tanpa memperdulikan landasan perbuatan tersebut. Dalam berkelompok, masyarakat seringkali tidak melihat individu sebagai entitas sendiri melainkan hanya sebagai suatu bagian kecil dari kelompok tersebut.

references

Fadhil, H. (2019, April 11). Berawal dari bully di medsos, begini kronologi kasus audrey. Detiknews. https://news.detik.com/berita/d-4506079/berawal-dari-bully-di-medsos-begini-kronologi-kasus-audrey/2

Kassin, S., Fein, S., Markus, H. R. (2013). Social Psychology. Cengage Learning.

Narveson, J. (2002). Collective responsibility. The Journal of Ethics, 6, 179–198.

Markus, H. R., & Kitayama, S. (1991). Culture and the self: Implications for cognition, emotion , and motivation. Psychological Review, 98, 224–253.

--

--