My Thought on Body Positivity

Jihan Safira
4 min readSep 4, 2019

--

Beberapa hari yang lalu, saya melihat unggahan salah satu akun yang berisi beberapa foto wanita yang overweight dan beberapa lainnya normal. Captionnya berisi kalimat-kalimat tentang sayangi diri. Di lain waktu saya melihat unggahan yang berisikan kalimat yang menyerukan untuk tidak mengikuti standar kecantikan yang mengharuskan kamu memiliki ukuran XS, menyarankan untuk tidak menahan jika kita ingin makan sesuatu, menyarankan untuk tidak berusaha menjadi secantik wanita-wanita di Hollywood. Kedua fenomena ini sangat erat dengan apa yang sekarang disebut sebagai body positivity movement.

Body positivity sebenarnya adalah upaya untuk membuat kita menerima tubuh kita, atas hal-hal yang tidak bisa diubah, yang nantinya akan berdampak positif untuk kita dalam memandang diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Upaya ini berlaku untuk warna kulit, tinggi badan, bentuk rambut, tanda penuaan dan hal-hal lainnya yang tidak dapat diubah.

Sebagai perempuan, saya merasa hal ini berguna sekali. Agar kita dapat bersyukur dengan apa yang sudah dimiliki dan tidak terobsesi untuk mengubah hal-hal yang wajarnya tidak bisa diubah. Kenapa begitu? Karena tentu saja terobsesi mengubah sesuatu yang tidak bisa diubah dapat memberikan efek bermacam-macam terhadap cara pandang diri. Bisa saja kita merasa gagal karena tidak bisa mengubah hal yang kita inginkan di tubuh, padahal hal tersebut memang tidak bisa diubah dan kita tidak berarti gagal jika tidak bisa mengubahnya.

“kalau kamu setuju, kenapa kamu menulis ini?” Nah, pertanyaan yang bagus.

Body positivity merupakan gerakan yang baik menurut saya. Tapi, permasalahan dimulai ketika definisinya dibuat se-fluid mungkin. Body positivity berubah fungsi dari menerima keadaan diri yang tidak bisa diubah menjadi merasa nyaman dengan keadaan diri kita saat ini.

“Apa ini salah?”

Tuntutan untuk menjadi cantik, memiliki berat yang normal, memiliki kulit putih, memiliki tubuh yang fit, menjadi lebih baik dibanding si A, menjadi ini itu, terutama untuk perempuan, memang melelahkan sekali. Tuntutan yang ada di masyarakat, seperti memiliki badan seperti model, seringkali tidak realistis untuk kita capai. Apa kita bisa, pada akhirnya, memiliki ukuran tubuh seperti model? Tetapi ada pertanyaan yang lebih penting yang harus kita tanyakan ke diri masing-masing yaitu

“Apa perlu memiliki ukuran seperti model saat kita tidak ada pikiran untuk menjadi model?”

Banyak tuntutan, yang untuk orang biasa seperti kita, tidak realistis dan saya rasa, saya mengerti kenapa banyak sekali orang menentang standard kecantikan yang seolah-olah dibuat untuk mereka yang ingin terjun ke Hollywood dan bukan untuk orang biasa pada umumnya, seperti kita. Tapi untuk beberapa hal, ada yang berhubungan langsung dengan kesehatan dan harusnya tidak kita abaikan.

Salah satunya adalah mempunyai berat badan yang normal. Saya Lihat banyak sekali campaign yang menyuarakan untuk mencintai diri kamu dan tidak mempedulikan standar kecantikan yang ada, tidak perlu kurus contohnya. Saya setuju bahwa kita, yang bukan model, tidak perlu mempunyai badan seperti model, jadi tidak perlu diet seketat yang mereka lakukan. Saya setuju kalau kita tidak perlu kurus, seperti standard kecantikan pada umumnya, untuk menjadi cantik.

Tapi apa marah terhadap standard kecantikan yang ada berarti membolehkan diri kita melakukan hal yang sangat berlawanan, seperti tidak memikirkan seberapa banyak dan apa saja makanan yang masuk ke dalam tubuh? Apa tidak mengikuti standard kecantikan berarti mengizinkan diri kita abai terhadap kesehatan?

Saya tidak menyarankan untuk langsung memotong porsi makanan kita menjadi setengahnya atau olahraga selama 2 jam langsung. Tapi saya juga tidak menyarankan untuk sering makan junk food dan tidak melakukan apapun dalam rangka membakar kalori. Ada baiknya jika kita melakukan pola hidup sehat yang seimbang. Makanan, olahraga, dan waktu tidur adalah hal-hal yang harus diperhatikan jika ingin mempunyai pola hidup yang sehat.

Menjadi overweight, bukanlah hal baik untuk tubuh. Jangan sampai body positivity ini kita jadikan alasan untuk tidak berbuat apa-apa. “saya overweight, jadi saya harus menerima diri saya bagaimanapun” tentu kamu harus menerima diri kamu, tapi kamu tetap harus melakukan sesuatu tentang hal ini. Menjadi overweight meningkatkan risiko terkena penyakit, dan terkena penyakit bukan hal yang positif. Dan juga karena overweight bukan sesuatu yang tidak bisa diubah, jadi seharusnya body positivity tidak berlaku untuk hal ini.

Body positivity yang dianut oleh kebanyakan orang saat ini bukan hanya menyerukan supaya kamu menerima diri kamu, tetapi merasa nyaman. “Saya tau saya overweight dan merasa tidak nyaman, tapi saya merasa lebih tidak nyaman jika harus mengurangi porsi makan saya/saya tidak nyaman jika harus pergi ke tempat gym, jadi saya memilih untuk menerima diri saya saja” ini bukan body positivity.

Body positivity bukan berarti harus merasa nyaman setiap saat. Mengikuti pola hidup sehat tidak selalu akan membuat kita nyaman, tapi apakah hasilnya positif untuk diri kita? Tentu saja.

Body positivity tidak seharusnya menjadi alasan untuk kita abai terhadap kesehatan. Jika kamu marah terhadap standar kecantikan, maka, lakukan ini demi kesehatanmu. Body positivity tidak seharusnya membuat kita nyaman di waktu yang singkat tapi merugikan dalam jangka waktu yang panjang, body positivity seharusnya mengingatkan kita untuk menyayangi dan memberikan kebutuhan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk sekarang hingga nanti. Body positivity tidak berarti selalu merasa nyaman dengan keadaan, tapi yang jelas, memberikan support untuk kita melakukan hal-hal yang akan berdampak positif untuk diri kita, sekarang dan di masa yang akan datang.

--

--